source picture: google
Sendi
Secara Umum
Sendi
merupakan penggabungan baik antara tulang keras dengan tulang keras, tulang
keras dengan kartilago (tulang rawan), maupun rongga di tulang dengan gigi.
Sendi berdasarkan struktur dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Adanya ronggga
dalam sendi yang bernama cavitas
synovialis yang di dalamnya berisi cairan synovial. 2) Sendi yang tidak memiliki ronga synovial. Kedua pembagian struktur tersebut kemudian dispesifikkan lagi
menjadi beberapa jenis penyusun struktur (Tortoran & Dericksn, 2012).
Berdasarkan
strukturnya penyusun, sendi dibedakan menjadi tiga : 1) Sendi Fibrosa, sendi
yang tidak memiliki rongga synovial
dan melekatkan antara dua tulang keras ireguler. Sendi ini tidak menghasilkan
gerakan atau yang dikenal dengan istilah synarthrosis. Contoh umumnya tulang cranium (kepala). 2) Sendi Kartilago,
sedikit berbeda dengan fibrosa, sendi kartilago menghubungkan dua tulang keras
dengan kartilago. Sendi kartilago tidak memiliki rongga synovial, akan tetapi sendi ini masih dapat bergerak walaupun
gerakannya tidak signifikan. Adanya sedikit gerakan atau gerakan yang tidak
signifikan ini disebut amphiarthrosis,
contoh : symphisis pubis. 3) Sendi synovial, merupakan sendi yang diantara
tulang penyusunnya terbentuk rongga dan menghasilkan gerakan khusus secara
bebas. Kemampuan menggerakkan sendi untuk bergerak bebas dikenal dengan istilah
diarthrosis, aplikasi dari sendi ini
mayoritas terdapat di daerah extremitas tubuh. Contoh : sendi engsel di siku,
sendi peluru di bahu, dan lainnya. (Tortora & Derickson, 2012).
Diantara
ketiga jenis sendi tersebut, hanya sendi synovial
yang dapat menghasilkan gerakan secara bebas. Macam gerakan yang dapat
dihasilkan antara lain : pergeseran, pergerakan sudut, rotasi, dan gerakan
khusus yang hanya terjadi pada sendi tertentu. Pergeseran (Gliding) adalah gerakan sederhana yang
hanya menggeser dari depan ke belakang atau dari samping ke samping tanpa ada
perubahan sudut secara signifikan, contohnya sendi yang ada di intercarpal
(telapak tangan) dan intertarsal (telapak kaki). Pergerakan sudut (Angular Movements), seperti namanya,
gerakan sendi yang termasuk ke dalam golongan ini dapat melakukan perubahan
sudut baik dalam penambahan jumlah maupun bertambah. Sendi ini dapat diklasifikasikan
lagi menjadi flexi-ekstensi (menekuk-meluruskan), fleksi lateral-hiperekstensi
(menekuk ke bidang lateral-ekstensi berlebih), abduksi-adduksi
(menjauhkan-mendekatkan ke area medial), dan circumduction (melakukan putaran penuh). Gerakan Khusus (Special Movements) merupakan gerakan
yang hanya terjadi di bagian tubuh tertentu dan tidak ada duanya. Gerakan ini
melibatkan elevasi-depresi (menaikkan dan menurunkan), protraksi-retraksi
(memajukan dan memundurkan), inversi-eversi (memiringkan sedikit ke arah dalam
dan luar, para peneliti beranggapan bahwa gerakan ini merupakan bentuk gerakan
pronasi-supinasi versi kaki), dorsifleksi-plantar fleksi (menekuk ke arah
dorsal/badan dan menekuk ke arah plantar/bawah/punggung kaki), pronasi-supinasi
(membalikkan telapak tangan ke belakang/punggung tangan dan ke depan/telapak
tangan), dan oposisi (gerakan ibu jari menyentuh jari lain yang berseberangan
dalam satu telapak tangan, biasa digunakan dalam pemeriksaan ROM). Yang terakhir
adalah Rotasi, gerak rotasi ini hampir sama dengan circumduction namun yang membedakan hanyalah sumbunya. Gerakan circumduction dapat memutar secara
penuh, sedangkan rotasi hanya terbatas yang biasanya hanya sampai 180o
maksimal (Tortora & Derickson, 2012).
Stabilitas
Sendi
Stabilitas
sendi merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu untuk bisa
bergerak dengan normal tanpa hambatan. Ketidakstabilan sendi sering terjadi di
kalangan atlet baik laki-laki maupun perempuan. Umumnya orang yang mengalami
ketidakstabilan sendi pada akhirnya akan menempuh jalan pengobatan berupa
operasi. Khusus kasus ketidakstabilan sendi yang dialami oleh para atlet tidak
bisa disamakan dengan penderita non-atlet. Berbeda dengan penderita non-atlet
yang memilih operasi untuk memulihkan fungsi persendian mereka, para atlet
melakukan operasi tidak hanya untuk memulihkan persendian namun juga upaya
bagaimana mereka dapat melakukan aktivitas olahraga kembali (Blonna et al, 2014).
Cedera
Sendi
Ketidakstabilan sendi dapat memicu berbagai hal salah
satunya cedera sendi. Cedera dapat terjadi di persendian yang ada di bagian
extremitas tubuh atas maupun bawah. Pada bagian extremitas bawah, khususnya di
bagian lutut dan pergelangan kaki rentan terjadi pada atlet pada bidang
olahraga yang memerlukan ketangkasan, sedangkan di extremitas atas cedera yang
sering terjadi adalah dislokasi. Hal ini disebabkan oleh sendi yang dipaksa
untuk menahan berat tubuh secara dinamis serta gerakan cepat yang dilakukan terus-menerus
seperti ketika melompat dan berhenti mendadak untuk menjaga kestabilan sendi. Ketidakstabilan
atau instability yang terjadi antara
atlet dan non-atlet pun tidak bisa disamakan sebab aktivitas sendi yang
dijalankan atlet lebih berat dibanding kebanyakan orang pada umumnya (Labriola et al, 2005; Wilkstorm et al, 2006; Blonna et al, 2014).
Cedera
Pada Extremitas Atas
Cedera sendi yang umumnya terjadi pada extremitas atas,
tepatnya di articulatio humerale
adalah dislokasi. Hal tersebut ditimbulkan oleh kesalahan gerakan yang
dilakukan oleh otot sehingga menimbulkan gerak berlebih yang tidak dapat
ditahan oleh sendi. Contoh gerak berlebih yang menimbulkan dislokasi, yaitu
ketika otot-otot pada rotator cuff dipaksa
melakukan internal rotation berlebih
sehingga menyebabkan caput humeri (tonjolan
besar di ujung diibaratkan sebagai kepala di os. Humerus) lepas dari cavitas glenoidalis (rongga tempat
melekatnya). Open surgery atau
operasi terbuka merupakan salah satu solusi yang disarankan mayoritas peneliti
untuk mengatasi kondisi ini, akan tetapi harus memenuhi beberapa syarat. Syarat
melakukan open surgery pada seseorang
yang mengalami dislokasi antara lain: terjadi 25% kerusakan pada os. Glenoid, terjadi lesi/kerusakan 30% caput humeri, lesi hill-sachs
(pengikisan caput humeri akibat dislokasi)
(Labriola et al, 2005; Baudi et al, 2013; Arrigoni et al, 2014).
Cedera
Pada Extremitas Bawah
Patellofemoral
joint atau biasa disebut articulatio
genu merupakan sendi yang rawan mengalami cedera. Kestabilan articulatio genu dijaga oleh berbagai
interaksi kompleks antara jaringan lunak dengan struktur tulang. Struktur
tulang memiliki peran lebih besar dibanding jaringan lunak, karena pada
struktur tulang ini melekat otot-otot yang berfungsi menghasilkan gerakan kaki.
Otot-otot tersebut antara lain, quadriceps
muscles yang tersusun dari rectus
femoris, vastus medialis, vastus lateralis, dan vastus intermedialis; retinaculae yang berfungsi menjaga kestabilan
secara pasif; dan permukaan sendi itu sendiri yang menjaga kestabilan secara
statis. Ketiga komponen tersebut bersinergi dengan baik sehingga terbentuklah
kestabilan sendi, akan tetapi dapat terjadi gangguan pada persendian tersebut
akibat adanya trauma atau penyakit patologis yang memicu ketidakstabilan sendi
(Senavongse & Amis, 2005; Wilkstorm et
al, 2006).
Sendi yang mengalami cedera tidak hanya diakibatkan oleh
dislokasi, tetapi juga rusaknya ligament yang terdapat pada sendi tersebut.
Pada articulatio genu, ligament yang
paling sering mengalami cedera yaitu, posterior
cruciate ligament (PCL) dan anterior
cruciate ligament (ACL). Kerusakan ligamen ini umumnya terjadi pada atlet
sepak bola (Derouin & Potvin, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Arrigoni, P., Ragone, V.,
D’Ambrosi, R., Denard, P., Randelli, F., Banfi, G., Cabitza, P.,
Randelli,
P. Improving The Accuracy Of The Preoperative Daiagnosis Of Long Head
Of
The Biceps Pathology: The Biceps Resisted Flexion Test. Journal of Joints. 2014.
2(2)
: 54-58.
Baudi, P., Campochiaro, G.,
Rebuzzi, M., Matino, G., Catani, F. Assesment Of Bone Defects
in
Anterior Shoulder Instability. Journal of
Joints. 2013. 1(1) : 40-48.
Blonna, D., Bellato, E., Caranzano,
F., Bonazia, D.E., Marmotti, A., Rossi, R., Castoldi, F.
Validity
and Reliability Of The Sport Score For Shoulder Instability. Journal of
Joints.
2014. 2(2) : 59-65.
Derouin, A.J., Potvin, J.R. Muscle
Contribution To Knee Joint Stability : Effect On ACL
Injury And Knee Brace Use. Journal of Medicine and Science in Sport and
Exercise.
2007.
39(5):52.
Fossati, C., Arrigoni, P., Ragone,
V., Spennachio, P., Banfi, G., Randelli, F., Randelli, P.
How
do Massive Immobile Rotator Cuff Tears Behave After Arthroscopic Interval
Slides?
Comparison with Mbile Tears. Journal of
Joints. 2014. 2(2) : 66-70.
Labriola, J.E., Lee, T.Q., Debski,
R.E., McMahon, P.J. Stability and Instability on
Glenohumeral
Joint : The Role of Shoulder Muscles. Journal
of Shoulder and Elbow
Surgery.
2005. 14(1) (Supplement 1): 32-38.
Ortiz, A., Olson, S.L., Etnyre, B.,
Trudelle-Jackson, E.E., Bartlett, W., Venegas-Rios, H.L.
Fatigue
Effect on Knee Joint Stability During Two Jumps Task In Women. Journal
of
Strength and Conditioning Research. 2010. 24(4): 1019-1027.
Panni, .S., Cerciello, S., Vasso,
M. Patellofemoral Instability: Surgical Treatment of Soft
Tissues.
Journal of Joints. 2013. 1(1): 34-9.
Senavongse, W., Amis, A.A. The
Effect of Articular, Retinacular, or Muscular Defficiencies
on
Patellofemoral Joint Stability : BIOMECHANICAL IN VITRO. Jurnal of Bone
and
Joint Surgery British Volume. 2005. 87(4):577-582.
Tortora, G.J., Derickson, B. Principles of Anatomy and Physiology. 13th
ed. Philadelphia :
Wiley. 2012.
Wilkstorm, E.A., Tillman, M.D.,
Chmielewski, T.L., Borsa, P.A. Measurement and
Evaluation
of Dynamic Joint Stability of The Knee and Ankle After Injury. Journal
of
Sport Med. 2006. 36(5): 393-410.