Almost Giving Up My Passion
(You know, You shouldn't!)
(source picture: google)
05/07/2019
Yogyakarta
Hi! Hello! Ternyata udah ganti tahun aja. Sudah lama ya sejak update blog terakhir ternyata. Hampir saja tahun ini ga update apapun. Ya kan masa dalam waktu 12 bulan, tidak satupun update. Ya... well.. that's sad. Sepertinya ini bukan pertama kali aku mengatakannya, but.. i know i promised you to try having a proper post and not this kind of session again. lol. sorry.
Jadi, seperti yang bisa dibaca di judul postingan kali ini, Author sempat berencana mau berhenti menulis. Yeah, I thought I'll stop making nonsensical content this time. But... thanks to a certain someone, sepertinya pikiran itu harus dipending dulu haha. Katanya dia mau jadi reader soalnya, jadi.. ya.. sebisa mungkin sebagai penulis (gadungan), Author tidak boleh mengecewakan pembaca, ya kan?
It's just a small issues as per usual. Antara dua pilihan yang berseberangan, salah satu harus dikorbankan. Jika tidak, maka akan butuh lebih banyak usaha untuk membuatnya tetap berjalan beriringan. Itu tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. "Impossible" is just another possibilities in the end. Tapi hal itu juga mengingatkan betapa Author telah banyak berubah. Bukan perubahan masif, hanya saja mungkin tidak begitu positif.
I was an unmotivated person, that hasn't change much. But I was never a quitter unless I have to, until.. now. Kadang kaget sendiri betapa simple-mindednya pikiran ini. Yep, aku bukan orang yang suka disuruh menyerah begitu saja. Tapi sekarang? Aku hampir menyerah dengan passion yang sudah ku pupuk dari usia dini. Why? How? I began to ask myself. Rasanya diriku yang dulu tidak seperti itu. I mean I still remember some of discouraging words some people said, but I didn't give up my writing no matter how crappy it is. Pernah engga sih, kalian pas ikut lomba karya tulis, ternyata kti kalian masih ada typo. Pas presentasi teman kalian mendadak grogi dan kalian harus kompensasi mati-matian (padahal sedari awal kalian sudah bilang kalau kalian demam panggung dsb). Kemudian pas akhir lomba, jurinya memberi wejangan dan salah satunya ada yang nyeletuk sebuah speech atau apapun istilahnya, yang intinya "mending kalian ga usah nulis, kalau kalian ga ngerti apa yang kalian tulis. daripada kalian nyoba-nyoba dan hasilnya ga ada artinya." I was like.. excuse me? The point of trying and making mistake is so you can learn for the better. Jleb kan? Iya, aku kesal saat itu. Sampai aku sempat berpikir, apa semua smart people mulutnya kacau begitu? If you can't enjoy the result, at least you can appreciate it by not mocking it.
Sehari.. dua hari.. beberapa hari.. I still think of it. Kesal? Masih. Aku sempat berhenti menulis saat itu. Like I'm too upset to even use any words to describe it. Tapi pada akhirnya aku menggunakan kekesalan itu untuk membuat sebuah tulisan. Tulisan yang berisi devastating quote si juri and how i cope with it. Tulisan itu sempat ku lombakan. Tidak menjadi pemenang, tidak masalah. Tapi setidaknya menjadi salah satu kontributor yang karyanya ikut dibukukan bersama pemenang. It's not so grandiose, no, but I'm happy. Aku tidak berhenti menulis. Tidak berhenti meski tidak mendapat apresiasi. Even I think my parent think of it as a mundane. Yet, I didn't quit.
Aku suka berpikir, "tidak masalah, setidaknya aku berusaha." Dimana kata-kata itu yang membuatku tidak pernah berhenti. Like no, wait.. don't stop now. Who knows what will happen next if I stop now.
Namun begitu waktu mulai berlalu, betapa banyak hidup akan berusaha mempertemukanmu dengan hal-hal di luar ekspektasi. I found a lot. In my case, it is often devastating. Aku mulai mempertanyakan kebermaknaan dari apa yang kulakukan. Passion? What the freak is that! Apa itu lebih penting dari tanggungjawab yang diemban? Lalu moral yang terpasung oleh tanggungjawab menyeru dan menderu, sedangkan keinginan berbalut mimpi berdesir hendak memberontak, berteriak. Perang berkecamuk hingga. Pernahkah kau mengalaminya?
Desir itu hampir punah. Semenjak aku belajar untuk menghela nafas dan membiarkannya pergi, let it go, biarlah desir itu semakin padam. Aku butuh alasan untuk menyalakannya. Aku butuh... dorongan. Tapi tidak kutemukan. Bagaimanapun aku menengok ke segala penjuru, yang kulihat hanyalah "apa yang harus kulakukan" bukan "apa yang ingin kulakukan". I lost it. My drive, I lost it.
Mungkin akan ada yang bilang, "ah, itu kan hanya soal menulis." Well, that's correct. Aku tidak bilang aku punya skill atau talenta yang "wah! luar biasa!" soal ini. Not the kind to worth mourning of. Tapi ketika kau mengambil apa yang sudah melekat pada seseorang itu begitu lama, rasanya seperti kau sedang mencabut setengah dari nyawanya.
I'm a writer, if you rob me the chance to write, then I'm no different with a mute. Let alone my dream, even I might not get to talk so freely anymore.
Alright, aku masih belum tahu harus bagaimana but I won't quit anytime soon. Tidak sekarang. Mari lihat kemungkinan-kemungkinan seperti apa yang akan terungkap saat kau tidak berhenti. That's right, let's live in that kind of world again. I'll see you in the end of the day..
I'm not gonna stop yet, not now...
Sincerely yours,
Your Most Absurd Author
0 komentar:
Post a Comment