Happiness is According To You
(You decide on what's making you happy)
(Source picture: Pinterest)
02/08/2019
Yogyakarta
Bismillah..
Hey, how are you doing? Well, I found a quote (I put it on the title) that somehow I wanted to discuss it, in here, of course. It's an interesting one, so.. yeah, let's just get straight to it.
"Happiness Is According To You"
Dalam Bahasa Indonesia berarti "kebahagiaan itu tergantung padamu". Bahagia merupakan suatu emosi yang relatif dan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Because sometimes we're happy at the cost of someone else's misery. Sebenarnya kebahagiaan itu sangat sederhana. Misalnya, ketika kita bangun pagi menghirup udara segar, bertemu orang lain kemudian menyapanya dan orang tersebut menyapa balik dengan sebuah senyuman hinggap di bibirnya, lalu kamu pun merasa senang dan menganggap hari itu adalah hari terbaik di hidupmu. Itu sudah menunjukkan suatu kebahagiaan. But then, why and how people can be unhappy?
"If Happiness Is According To You, then Unhappiness Is According To You As Well"
Manusia bisa merasa tidak bahagia, atau sederhananya menderita ketika kebahagiaan yang diinginkan tidak ia temukan. Well, who wouldn't get disappointed if your dad said he would buy you a bike but he didn't, if your mom said she would comeback at 10 to pick you up but she didn't, if your brother or sister said they're going to bring you to a great place and treat you an ice cream but they didn't, if your friend was having a birthday party but didn't invite you, or if your lover said both of you are going to have a date but it's canceled for some reasons. Well.. who wouldn't get upset? Siapa yang tidak kecewa?
"Umm.. bukannya wajar kalau seseorang kecewa di dalam situasi tersebut? I mean the other person was like giving hope then taking it away. Siapa yang bakal mengira kalau harapan itu tidak menjadi nyata, like siapa yang tidak berharap keinginannya menjadi nyata, kan?"
Well, yeah! That's it! Seseorang dapat menjadi tidak bahagia ketika harapan mereka tidak menjadi nyata. Jadi, dengan kata lain mereka menderita karena mereka berharap. But, yang dimaksud "berharap" disini bukan dalam artian "harapan/permohonan" tapi lebih ke "ekspektasi", what break us isn't "wishes" but "expectation". Naturally, if you're having a high expectation and for some reasons the condition doesn't meet the inquiry, you'll be disappointed greatly. Ya, gitu, serasa habis membumbung tinggi, melayang bebas di udara, lalu tiba-tiba gravitasi menarikmu jatuh ke bumi. Siapa yang tidak akan hancur jika jatuh di ketinggian seperti itu? That's why, I used to say to myself that "ready to hopes up means ready to fall hard". Karena setiap tindakan pasti memiliki konsekuensinya masing-masing, itulah sebabnya sebaiknya kita memikirkan resiko sebelum bertindak. Mana yang resikonya lebih besar dan mana yang resikonya lebih kecil, tentu kalian sudah paham dan bisa membedakan. Dimana, in that case, resiko dari ekspektasi yang tinggi adalah kekecewaan yang besar. If you think you can handle the big risk and up to it, go ahead, take it. Tidak ada salahnya kok mengambil resiko besar. Yang salah itu jika kamu mengambilnya dengan cara yang gegabah. Merasa mampu ketika mengerti pun tidak. Akhirnya? Kamu hanya akan terjatuh di lubang yang dalam, tidak bisa keluar dan kalau pun bisa, kemungkinan untuk jatuh di lubang yang sama akan menjadi semakin besar. That's why, "don't take too much on your plate if you cannot even handle it." Mengerti batas kemampuan diri sendiri tidak ada ruginya kok.
"Terus, misalkan sudah sadar dengan resiko dan tetap ingin mengambilnya bagaimana? Kalau akhirnya gagal dan jatuh ya tetap jatuh aja gitu?"
Well, a great mastermind always have a backup plan. Ya, disinilah peran rencana cadangan. Technically, ketika kita aware dengan besarnya resiko yang kita hadapi, secara naluriah we'll expect for the worst outcome-- kita akan berekspektasi pada hasil terburuk. Begitu tahu kemungkinan hasil terburuknya, kita akan mulai memikirkan suatu cara mengkonter kemungkinan tersebut. Lalu ternyata rencana itu ada kelemahannya lagi, kita akan memikirkan suatu cara lagi, dan seterusnya. Contoh kasus: mau mendaftar perguruan tinggi tapi takut tidak terima karena SBMPTN persaingannya super ketat, so, ada yang punya backup plan berupa daftar ke perguruan tinggi swasta aja dulu.
Jadi, konsepnya seperti jatuh bertahap. Rencana cadangan itu berfungsi seperti sebuah anak tangga. Kalau berhasil ya tinggal naik lagi, kalau gagal ya tinggal turun selangkah. So if you're going to fail then you're just gonna roll and roll down, and when it's truly hopeless then you can finally embrace the ground. Ya, seburuk-buruknya tetap sampai ke tanah, hanya saja caranya lebih tidak menyakitkan. You know what, fun fact: this is what exactly happened in a perfectionist's mind, so please don't judge them harshly. they've known the best how it feels like to fall from the great moon straight to the earth. let's just say they are the experts at falling.
"Kontrol ekspektasimu kalau kamu tidak mau dikontrol oleh konsekuensinya." Sesederhana itu, tapi memang bisa dibilang sulit untuk melakukannya. Karena bagaimanapun, kita tidak bisa mengontrol hasil dari apa yang kita usahakan, tapi kita bisa mengontrol prosesnya sehingga setidaknya tidak melenceng jauh dari yang kita harapkan.
"I see. Lalu bagaimana dengan orang yang tetap merasa kurang bahagia walaupun dia sudah mengontrol ekspektasinya."
Well, kurang dan tidak itu berbeda. Kalau ada kata kurang artinya dia mengharapkan lebih. Does that mean he/she is being ungrateful? Hmm.. tidak juga, I mean.. I don't know. Like, how do you even know if someone's being grateful or not, are you the GOD? Of course not. Why would the God ask me this question. Kalau seseorang tersebut merasa kurang, artinya dia ingin mencapai hal yang jauh lebih tinggi dan mungkin jauh lebih mulia. Begini, kalau misalkan seseorang tersebut merasa kurang puas dengan kadar imannya, merasa belum cukup sholeh sehingga dia mau beribadah lagi, apa iya kita akan menghakimi seseorang tersebut dengan label "kurang bersyukur?" Think about it again, man! Jangan gampang mengatakan orang itu kurang bersyukur, please. You don't even know what's going on inside their heart. Ada beberapa hal yang tidak bisa dan tidak butuh kita sebagai hakim yang menilainya.
Oke, balik ke topik. Kalau seseorang tersebut selalu merasa kurang, kurang, dan kurang. Maybe, just, maybe.. dia membuat suatu kebahagiaan tersebut-apapun itu, sebagai tujuan.
"Happiness is NOT SUPPOSED to be The Goal, it's SUPPOSED to be The One's Following The Goal."
Sometimes we're just slightly blind enough to realize that. Memang, it's only natural to expect the good things when we're trying to reach something. Ya, wajar aja sih kalau kita lebih melirik ke arah kebahagiaan yang dijanjikan ketimbang tujuan yang ingin kita raih, yang mungkin penampakan jalannya lebih suram dan tentu saja tidak semenarik si kebahagiaan. Tapi sadar tidak, when you're making happiness as your goal you'll be more self-aware of the unhappiness around you. Ya, kalau kamu menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan, maka kamu akan lebih sadar, lebih judging, lebih was-was, pada segala sesuatu yang kamu anggap tidak menyenangkan. Karena ya.. kebahagiaan itu relatif dan konsep kebahagiaan itu sendiri sebenarnya cukup abstrak. Like in this world, you just can't be happy forever, you just can't expect things to go alright all the times. This world itself isn't a perfect world. Even the one deemed as a perfect person has his own imperfection. How should I say.. it's perfectly imperfect. Jadi.. ya.. to ask perfectness despite our own imperfection itu agaknya cukup berlebihan. But then, that depends on many things.. yang penting jangan keluar dari koridor yang sudah ada aja sih. Stay with the rule, stay with the faith, stay with the one who make you stay with the rule and the faith, never lose them if you don't want to go astray.
Okay, that's all I want to say. I think it's long enough (perhaps way too long)
This actually more of a self-reminder rather than an inspiring articles.
Yeah, well, hope it could be helpful somehow?
Thanks for coming,
I'll see you next time, I think.
May Allah guide us always. Bye bye~
0 komentar:
Post a Comment