apapun yang bisa author tulis untuk readers.

Saturday, June 10, 2023

Guess

 Guess

by: Gita Ardeny


Source picture: Pinterest

    Daun yang hijau, rumput, pepohonan, langit, dan air laut yang jernih. Pemandangan yang tidak akan ditemui orang-orang yang hanya tinggal dan menikmati hiruk-pikuk perkotaan. Suara camar dan sentuhan angin. Pejamkan matamu sejenak dan kau mungkin akan mendengar suara rumput bergemerisik atau tetes embun yang jatuh dari daun ke daun. Apa kamu bisa mendengarnya? Apa kamu merasakan apa yang kurasakan?

              “Mimi, ayo cepat makan sarapanmu!” teriak ibu dari balik dinding dapur.

              “Iya, Ibu!” jawabku menghambur untuk mengambil sebuah nasi goreng dengan telur mata sapi yang sudah ibu siapkan di meja.

              “Loh, mana ayahmu?” celetuk ibu melihatku mengambil sendiri tanpa ditemani sosok ayah yang biasanya mengintil dari belakang begitu mendengar panggilan dari ibu.

              “Berangkat mancing.” Kataku.

              “Kok pagi-pagi sekali?” tanya ibu lagi. “Sendirian mancingnya?”

              Aku menggeleng pelan. “Sama kakek. Katanya harus berangkat pagi biar dapat ikan banyak.”

              Ibu menghela nafas panjang sambil mengeluh kenapa ayah tidak memberitahu ibu. Kalau tahu ayah akan memancing dengan kakek, ibu akan bangun lebih pagi untuk menyiapkan perbekalan.

              “Mimi juga kenapa tidak membangunkan ibu kalau tahu ayah berangkat pagi banget tadi?” keluh ibu.

              “Maaf ibu, habis aku nggak tega. Kata ayah juga nggak usah bangunin ibu, soalnya ibu kelihatan capek banget, butuh istirahat yang cukup.”

              Sekali lagi, ibu menghela nafas. “Ya sudah kalau begitu.” Ibu kemudian duduk di kursi sambil memperhatikan sepiring penuh nasi goreng yang belum disentuh. “Nggak mungkin kan dibuang, tapi kalau ayahmu pulangnya masih lama ya keburu dingin dan nggak enak dimakan.”

              “Aku antarkan saja nasi gorengnya ke ayah!” kataku mengide.

              “Memangnya kamu tahu dimana ayah memancing?” tanya ibu.

              “Tahu!” jawabku, sambil mengangguk mantap.

              “Ya sudah, ibu siapkan dulu.” Kata ibu kemudian.

              Ibu mengambil sebuah rantang besi dan memasukkan nasi goreng tersebut ke dalamnya. Ibu juga mengambil sebuah botol minuman dan mengisinya dengan teh hangat. Selesai mempersiapkan perbekalan, ibu memasukkannya ke dalam tas kain berwarna kuning berukuran sedang dan memberikannya kepadaku.

              Aku mengintip ke dalam isi tas itu dan hanya menemukan 1 rantang dan 1 botol minuman. Dengan bingung, aku menoleh ke arah ibu. “Bu, buat kakek mana?” tanyaku.

              Ibu diam sambil mengambil sebuah sendok. “Ini, ibu bawakan 1 lagi sendok biar nanti ayah bisa berbagi dengan kakek.” Kata ibu sambil tersenyum.

              “Minumnya?” tanyaku lagi, seperti tidak ada habisnya.

              “Itu kan tutupnya bisa dicopot. Bisa dipakai untuk jadi gelas.” Kata ibu.

              “Oh iya..” gumamku. “Ya sudah, aku berangkat dulu ya bu..”

              Aku bergegas pamit dan mencium tangan ibu. “Hati-hati ya.. nggak usah buru-buru.” Seru ibu sambil mengelus rambutku.

              Tidak membutuhkan waktu lama, aku sampai di tempat ayah dan kakek memancing. Keduanya tampak tenang, sesekali tampak seperti mengobrol dan bersenda gurau. Memangnya memancing semenarik itu ya? Batinku, tidak mengerti. Aku mendekat ke arah keduanya. Semakin mendekat, semakin kudapati bahwa ternyata ayah sedang tertawa sambil memegang handphone di tangannya. Tidak ingin mengagetkannya, aku pun lantas memilih untuk berjalan diam dan duduk di samping kakek.

              “Hai, kek!” sapaku. Kakek hanya tersenyum. Lalu aku menoleh ke ayah. “Yah!” panggilku.

              “Eh, Mira, udah disini aja.” Kata Ayah. “Ngapain duduk disitu? Sini loh, duduk di dekat Ayah. Kita mancing bareng.”

              Aku beranjak dari tempat dudukku lalu duduk di samping ayah. “Nih!” kataku sambil menyodorkan makanan.

              “Oh, anak pintar!” puji Ayah. “Dari ibu ya, pasti?”

              “Iyalah.” Jawabku sedikit ketus. “Ayah sih, pakai pergi nggak pamit ibu segala. Jadi aku kan yang repot harus nganterin makanan ke Ayah.”

              “Yee.. kok gitu sama Ayah.” Ayah mencubit pipiku. “Kan kalau nggak begini kamu jadi nggak bisa jadi anak berbakti.”

              “Kok gitu?”

              “Membantu orang tua kan termasuk cara kita berbakti ke orang tua.” Kata Ayah sambil membuka dan menyantap hidangannya.

              Aku mengernyit sambil memanyunkan bibir. “Iya, akunya berbakti tapi ayah nggak ada bilang makasih-makasihnya.”

              Ayah tertawa. “Iya, iya.. terimakasih anakku, Mira sayang, yang paling cantik dan baik sedunia.”

              Aku pun tersenyum puas mendengar ayah mengatakannya. Pujian yang sedikit berlebihan dan seperti tidak ada gunanya.

              “Eh, jangan dimakan sendiri!” seruku. “Bagi dengan kakek, yah!”

              “Kakek?” tanya Ayah.

              “Nah kan, si Ayah main makan aja. Itu kan disitu sendoknya ada dua. Yang satu buat kakek.” Seruku tidak habis mengerti.

              “Oh, kirain sendok satunya buat Mira.”

              “Ya enggak lah, aku kan sudah makan!”

              Sambil mengomel, aku pun melirik dan melihat ke arah kakek. Dia hanya tersenyum, kemudian melambaikan tangannya padaku. Karena kesal dengan ayah, aku pun berbalik memunggunginya dan bergegas pergi ke arah kakek untuk mengadu.

              “Kek, tuh lihat ayah nggak tahu diri. Masa nasi gorengnya dimakan sendiri, padahal kan harusnya dibagi sama kakek.” Ucapku.

              “Nggak apa-apa…” kata kakek lembut. “Sini, duduk.” Kata kakek menepuk-nepuk tanah di sekitarnya, mengisyaratkanku untuk duduk di sebelahnya.

              “Kakek jangan diam saja dong kalau digituin, nanti ayah jadi seenaknya sendiri.” Kataku.

              Kakek hanya tersenyum. Ia meletakkan pancingnya, lalu mengelus rambutku dengan lembut. “Cucuku, Mira, sudah besar dan kuat.” Ucapnya lembut. “Apa kamu suka dengan pemandangan ini?” tanya kakek kemudian.

              Aku melihat sekitar, lalu mengangguk. “Iya, disini pemandangannya sangat bagus! Aku suka gunung itu, langit itu, semua perairan yang luas itu, semuanya aku suka! Terlihat sangat cantik!” seruku dengan penuh antusias.

              Kakek kali ini tidak hanya mengelus rambutku, tapi juga memelukku. “Cucu kakek satu ini memang yang paling berbeda dan menggemaskan.”

              “Nggak menggemaskan tuh, aku kan sudah besar!” protesku.

              Kakek melepaskan pelukannya. “Iya, iya.. ya sudah, hati-hati ya. Itu temenmu Mina sudah menjemputmu.” Kata Kakek.

              “Mina?” tanyaku.

              “Iya, kamu lupa sama temanmu sendiri?” tanya kakek.

              Aku menoleh dan mendapati seorang gadis sudah berdiri di belakang kami. Aku seperti tidak pernah mengingat namanya, tapi anehnya aku seperti mengenalnya.

              “Ayo kita pulang, Mir.” Seru Mina.

              “Oke..” jawabku singkat, yang entah kenapa aku seperti menurut saja dengan perkataannya. Aku menoleh sesaat kemudian melambaikan tangan ke kakek, ke ayah, ke ibu, ke rumah.… eh?

              Mina berjalan diam tanpa sepatah katapun.

              “Mina, ayo cepat bangun! Mau sampai kapan kamu tidur?” seru Ibu dari luar pintu.

              “Eh?” aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa saat.

              “Mina, ayo cepat bangun! Kamu bisa telat sekolah!”

              Aku keluar ke kamar dan mendapati ibuku yang tampak terburu-buru. “Cepat makan sarapannya, mandi, habis itu siap-siap berangkat sekolah.”

              “Oke, bu..” jawabku. “Ayah mana?” tanyaku.

              Ibu diam sejenak lalu menjawab, “Sudah berangkat duluan, kamu sih lelet bangunnya.”

              “Hehe, iya.. maaf.”

              Selesai makan, aku pun mandi dan bersiap-siap seperti perintah ibu. Aku pun merapikan isi tasku, lalu bergegas untuk berangkat.

              “Bu, berangkat dulu ya…” pamitku.

              “Iya, ya sudah, hati-hati. Jangan ngebut-ngebut, pelan-pelan aja jalannya. Tuh, di depan sudah ditunggu Mira.”

              “Mi.. ra..?”

              Aku mendapati seorang gadis telah menungguku dengan senyum hangatnya. Tapi ia tidak mengenakan seragam seperti yang aku kenakan.

              “Pagi, Mina…” sapanya.

              “Pagi.” Jawabku bingung. Aku seperti mengenal dan tidak mengenal gadis di sebelahku.

              “Sudah sarapan?” tanyanya. Aku mengangguk, dan ia bertanya lagi. “Nasi goreng?”

              “Iya…” jawabku, semakin bingung. “Kok kamu tahu?”

              Gadis itu tertawa. “Iya, karena itu juga makanan kesukaanku.”

              Aku membuka mataku perlahan. Hal pertama yang kulihat adalah langit-langit kamar berwarna putih. Sejak kapan dan berapa lama aku sudah tertidur? Gumamku pada diriku sendiri. Rasanya sudah tidur terlalu lama tapi juga sebentar.

              Drrt… drr… HP-ku bergetar dan memunculkan notif 81 pesan yang belum terbaca. Sebagian besar pesan itu dari grup kelas. “Huh, gila, notif sampai meledak begini, pada ngomongin apa sih di grup?” gerutuku, tak habis pikir.

              Aku membuka satu-persatu pesan di hp, lalu membaca pesan-pesan personal yang dikirimkan kepadaku satu-persatu.

              From: Ibu

“Lagi apa? Kalau hari sabtu libur nggak kalau disana? Coba lihat, Ibu habis masak nasi goreng kesukaanmu. Kamu jangan lupa sarapan. Udah gede, nggak perlu ibu ingatkan juga pasti sudah tahu kalau sarapan itu penting.”

              Bayangkan ada gunung yang indah, air laut yang menghangat oleh sinar mentari dan angin sepoi-sepoi. Apa kamu bisa merasakannya? Kamu bisa mendengar suara embun yang jatuh dari genting, daun yang bergemerisik, nyanyian seekor burung, dan tawa seorang anak manusia. Apa kamu bisa mendengarnya? Kamu bisa mencium bau tanah yang basah oleh hujan, bau masakan ibumu yang enak, bau parfum bajumu yang habis dicuci dan disetrika. Apa kamu bisa menciumnya? Coba tebak, apa yang kurang.


0 komentar:

Post a Comment

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

Popular Posts

Quotes Of The Day

Don't Forget To Be Grateful

Mind to Visit?

My Alternate: http://walk-path.blogspot.com/ Friends: http://a-story-to-read.blogspot.com/ http://13thheavenlyparadise.wordpress.com/

About

I'm just an ordinary person who happened to love writting. And here as what the description blog says (although you cannot see it unless you block it) I'll write anything I could regardless whether or not it is important. So, I'll be happy if it can entertain you or perhaps becoming useful for some sort, well somehow and I'm sorry if it couldn't brighten your day. Nevertheless, I also want to thank you for visiting this blog. Thank you very much!


Copyright © From Authors To Readers | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com